MENGAPA LANGIT SENJA MERAH?

“Kenapa warna senja selalu menyeramkan?” Tanya seorang gadis kepada dirinya sendiri yang tengah menatap lurus ke depan, memperhatikan matahari yang hampir tenggelam di balik lautan. Ia lalu mengalihkan pandangannya kepada ombak laut yang menggulung kecil ke arahnya seperti sedang berkejar-kejaran.

“Itu karena langit terluka.” Jawab seseorang dari belakang. Ia berjalan perlahan ke arah gadis muda yang mulai memainkan ombak dengan kakinya. Suara orang itu sedikit mengejutkan gadis yang tengah berdiri sendiri sambil menyaksikan langit senja. 

“Laoshi, sejak kapan Laoshi disini?” Tanya gadis itu ketika pria yang mengejutkannya tadi sudah berada di sampingnya.

“Sejak kau bertanya, kenapa warna langit senja menyeramkan.” Jawab pria paruh baya sembari mengalihkan pandangannya ke arah langit. “Itu karena dia terluka.” Lanjutnya kemudian.

Gadis itu mengernyitkan dahinya, antara bingung dan heran dengan jawaban gurunya yang biasa dia panggil “Laoshi” itu.

“Pernahkah kau mendengar kisah antara laut dan langit yang saling mencintai?” Tanya Laoshi sambil menoleh ke arah gadis disampingnya.

“Tidak.” Jawab gadis itu singkat. “Tapi sepertinya kisah mereka berakhir tragis.” Sambungnya.

“Ya, memang, karena salah satu dari mereka menghianati.” Kata Laoshi. Lalu ia berjalan beberapa langkah ke depan seakan ingin menggapai langit senja yang terlihat sangat dekat di depan matanya. Kemudian gadis itu mengikutinya, berjalan ke depan melawan ombak yang menyapu jemari kakinya.

“Dahulu, laut dan langit saling mencintai.” Laoshi mulai bercerita, ia seakan mengetahui isi pikiran gadis di sampingnya yang menunjukkan ekspresi ingin mendengar kisah tersebut. “Mereka berjanji untuk saling menjaga. Langit senang mengukir nama laut melalui kumpulan bintang yang bersinar. Sedangkan laut selalu tersipu malu dan membalasnya dengan deru ombak kecil.” Mata Laoshi tetap menatap lurus ke depan memandang langit senja yang semakin memerah.

“Lalu siapa yang menghianati? Sungguh tidak memiliki perasaan.” Ujar gadis itu kecewa. Laoshi memandang gadis di sampingnya dengan tersenyum.

“Namun, diatara mereka ada angin yang berusaha merebut laut dari langit.” Lanjut Laoshi kembali meneruskan ceritanya. “Ia selalu menghembuskan kalimat romantis kepada laut agar ia meninggalkan langit.” Laoshi berhenti sejenak, gadis di sampingnya menoleh memandang gurunya dengan penasaran.

“Hingga akhirnya laut terlena oleh kesejukan dari hembusan angin yang setiap hari bertiup di sela-sela ombaknya.” Sebelum melanjutkan ceritanya, Laoshi sempat melirik ke arah gadis disampingnya yang tersenyum sinis bercampur kecewa. “Mengetahui hal itu, langit sangat marah, ia berteriak sangat keras dan mengeluarkan suara yang menggelegar, retakan bercahaya muncul dari langit, petir menyambar hingga mengenai laut.”

Gadis itu bergidik ngeri mendengarkan cerita dari Laoshi. “Pasti sangat menyakitan.” Gumamnya.

“Namun apa yang dilakukan angin? Ia pergi menggoda pohon dengan menghembuskan rayuannya. Angin meninggalkan laut yang kesakitan karena terkena sambaran petir dari langit. Laut pun menyadari bahwa yang benar-benar mencintainya adalah langit. Namun, semua sudah terlambat, langit tidak bisa menerima laut kembali. Ia sudah sangat terluka.”

“Lalu apakah laut diam begitu saja?” Tanya gadis itu tidak sabar.

“Tidak.” Jawab Laoshi. “Laut berusaha meminta maaf kepada langit. Namun sekuat apapun ia berusaha, ombaknya tidak mampu menggapai langit. Laut hanya bisa memandang langit tanpa bisa menyentuhnya. Langit yang sangat dicintainya yang pernah begitu dekat dengan hatinya, kini terasa begitu jauh, langit terlalu tinggi untuk digapai laut kembali.” Laoshi menghentikan ceritanya.

“Lalu kenapa langit senja bisa semerah ini?” Tanya gadis itu kemudian.

“Kemarahan langit membuat warnanya yang semula biru ceria yang menyejukkan, menjadi merah membara yang menyeramkan. Langit senja merah adalah bentuk luka yang dirasakan langit karena dikhianati oleh kekasihnya, laut.” Laoshi mengakhiri ceritanya.

Tidak terasa air mata gadis itu menetes dari pelupuk matanya. “Sungguh cerita yang indah namun sangat menyedihkan.” Gumamnya lirih tapi dapat didengar jelas oleh Laoshi yang berdiri di sampingnya.

“Tapi, Laoshi.” Panggil gadis itu tanpa menoleh ke arah lawan bicara. “Kenapa kita ikut merasakan rasa sakit itu? Kenapa kita harus menyaksikan warna langit yang menyeramkan ini?” Tanya gadis itu kemudian.

Laoshi tersenyum mendengar pertanyaan muridnya, lalu menjawab. “Karena manusia sama seperti laut. Memberikan janji dan harapan lalu pergi dan meninggalkan kekecewaan.”


Komentar

Postingan Populer