REVIEW NOVEL THE CASTLE IN THE PYRENEES
Identitas Buku
Penulis : Jostein Gaarder
Penerbit : Mizan
Tempat Terbit : Bandung
Tahun Terbit : 2018
Cetakan : Cetakan 1
Tebal : 295 halaman
ISBN : 978-602-441-022-3
Selama lima tahun, Steinn dan
Solrun hidup bersama dengan bahagia. Namun, semua berubah ketika dalam
perjalanan ke pegunungan mereka menabrak seorang nenek. Sejak kejadian itu,
mereka berpisah, dan jalan hidup mereka saling menyimpang. Tiga puluh tahun kemudian, Steinn dan Solrun bertemu di balkon sebuah hotel. Hotel tempat tujuan mereka
berlibur tiga puluh tahun yang lalu, sebelum kejadian tabrak lari itu terjadi.
Apa yang sebenarnya terjadi tiga
puluh tahun lalu? Benarkah mereka telah melakukan pembunuhan tak disengaja?
Tapi mengapa tak ada berita maupun tak ada yang melaporkan tentang tertabraknya
seorang wanita tua?
The Castle in the Pyrenees, karya Jostein Gaarder yang
mempertanyakan tentang jiwa dan nurani manusia, melalui hubungan dua anak manusia. Kisah yang
mengeksplorasi posisi kesadaran manusia di semesta. Bisakah sains menjelaskan
semuanya, ataukah ada daya tak terlihat yang memengaruhi kehidupan kita?
***
Akhirnya selesai juga baca novel
ini (bernafas lega). Alasan kenapa bacanya lama karena isi novel ini cukup
berat, membacanya harus dengan konsentrasi penuh. Jika konsetrasi menurun sedikit
bisa-bisa harus mengulang beberapa halaman atau mungkin satu bab hahahaha. Novel
The Castle in the Pyrenees ini adalah salah satu
dari novel Jostein Gaarder yang cenderung berat. Bahkan mugkin menurut saya
lebih berat dari Dunia Shopie, karena novel ini lebih banyak membahas tentang
sains dalam kehidupan.
The Castle in the Pyrenees ini berisi tentang
pertanyaan-pertanyaan mengenai jiwa dan nurani manusia, juga tentang
eksistensi, bisakah sains menjelaskan segalanya? Dengan tokoh utama dua orang
dewasa pria dan wanita bernama Steinn dan Solrun. 30 tahun yang lalu mereka
adalah sepasang kekasih. Mereka berencana untuk berlibur ke sebuah tempat, namu
di tengah perjalanan mobil VWyang dikendarai oleh Steinn menabrak
seorang wanita tua dan anehnya ketika mereka kembali ke TKP, korban yang ditabrak tersebut tidak ada dan hanya meninggalkan syal merah muda yang dipakainya tadi. Tentu
saja hal ini menimbulkan pertanyaan pada mereka, bingung, antara takut dan lega.
Mereka menunggu laporan korban kecelakaan di radio tapi sampai 1 minggu berlalu
tidak ada berita apapun yang terjadi di jalan yang mereka lewati dan menabrak
wanita itu. Sungguh aneh, itu yang ada dipikiran mereka. Siapa wanita itu?
Dimana dia sekarang? Dan apa yang terjadi padanya? Pertanyaan itu terus
mengusik hari-hari mereka. Dan setelah kejadian itu hubungan mereka menjadi
renggang dan akhirnya mereka putus.
30 tahun kemudian saat mereka sudah
memiliki keluarga masing-masing, Steinn dan Solrun bertemu di balkon sebuah
hotel, dimana hotel itu merupakan tujuan mereka 30 tahun yang lalu sebelum
berpisah. Kebetulan kah? Siapa yang mengatur pertemuan ini? Saat itulah mereka
kembali berkomunikasi melaui e-mail (tentu saja diam-diam :D). Dalam obrolan
mereka melalui e-mail, Steinn dan Solrun kembali mengungkap kejadian misterius
yang mereka alami 30 tahun yang lalu tentang wanita tua yang menjadi korban
tabrakan dan pelakunya adalah mereka berdua.
Selain membahas masa lalu, obrolan yang sering mereka bahas
adalah seputar dunia sains. Bagaimana sains sangat berpengaruh dalam kehidupan
manusia. Ditambah Steinn merupakan pengajar ahli di bidang perubahan iklim di
Universitas Oslo, sedangkan Solrun menjadi seorang guru SMA (sebenarnya menjadi
guru adalah pekerjaan yang diimpikan oleh Steinn). Dengan pemikiran-pemikiran
mereka, kita bisa ikut terbawa imajinasi tentang kehidupan, jiwa, nurani dan eksistensi,
tentang sains yang meng-cover semuanya. Ada beberapa perbedaan sifat antara
Steinn dan Solrun. Steinn yang menyukai filsafat dengan gagasan konyolnya dan
selalu ingin didengar, juga tidak dapat dihentikan ketika dia sudah berbicara
sangat berbeda jauh dengan Solrun yang telaten mengungkapkan gagasannya dengan
pembahasan yang mudah dipahami pembaca (di sini kelebihan sang penulis, om Gaarder sangat terlihat, dia mampu menggambarkan dengan jelas perbedaan antara
dua tokoh utama dalam novelnya sehingga tampak nyata seakan mereka dua orang
yang hidup dan memiliki pola pikir sendiri). Selain itu, Solrun juga orang yang
spiritualis, ia juga percaya dengan mistis, berbeda dengan Steinn yang bahkan
tidak percaya Tuhan dan membenci pembahasan yang berbau mistis.
Sama seperti novel sebelumnya,
karya Jostein Gaarder tidak bisa jauh-jauh dari yang namanya filsafat, termasuk
novel The Castle in the Pyrenees ini juga
berisi tentang filsafat. Namun nilai filsafat yang disuguhkan dalam novel ini
lebih tentang sains. Novel ini juga memberi pandangan baru kepada pembaca
bagaimana melihat kehidupan dan mendorong pembaca untuk mengenali kehidupan
melalui pandangan yang lebih luas.
Dalam novel ini juga dijelaskan
tentang proses suatu hal bisa terjadi dan tidak lupa Jostein Gaarder
menggunakan ilmu sains untuk menjabarkan proses-proses tersebut. Semua kejadian
itu dibahas dalam novel ini menggunakan bahasa yang mudah dipahami, juga
tentang perumpamaan-perumpamaan yang terjadi dapat diterima oleh kita.
Kelebihan
Seperti biasa, novel karya Jostein
Gaarde selalu unggul dengan kelebihan teruma pembahasan tentang filsafat. Tapi ada
beberapa kelebihan yang hanya dimiliki oleh novel ini. Novel The Castle in the Pyrenees ini mampu
menggabungkan antara filsafat dengan sains sehingga para pembaca mampu
membayangkan dengan jelas setiap kejadian dan fenomena yang dibahas dalam novel ini menggunakan ilmu sains. Selain itu
novel The Castle in the Pyrenees ini
juga menjelaskan tentang bagaimana nurani manusia dapat mempengaruhi pola pikir
manusia, tentang rasa bersalah dan tanggungjawab.
Kekurangan
Meskipun kelebihan dari novel The Castle in the Pyrenees ini sangat
banyak namun novel ini juga tidak lepas dari kekurangan. Nah kekurangan dari
novel ini hanya menurut sudut pandang saya saja. Percakapan yang dilakukan dua tokoh
dalam novel ini menggunakan e-mail dan hal tersebut cukup membuat pembaca
bingung karena yang menjadi pembeda antara e-mail dari Steinn dan Solrun adalah
jenis font yang digunakan, tida ada
format email yang sering kita lihat, seperti alamat email, subjek, dll. Jadi
menurut saya penggambaran tentang media surat elektronik masih kurang maksimal.
Selain itu pembahasan masa lalu mereka 30 tahun yang lalu diceritakan
dengan cukup jelas tanpa terpotong baru dijelaskan di bab-bab terakhir dalam
novel ini. Sebenarnya ini bukan murni kekurangan tapi lebih kepada ciri khas
dari novel.
Secara keseluruhan novel ini sangat
direkomendasikan untuk pembaca yang menyukai dunia filsafat dan sains. Ditambah ending
dari novel ini bisa dibilang cukup menarik. Ada satu hal yang sedikit membuat
saya nyesek membacanya, diceritakan Steinn dan Solrun masih saling mencintai
meskipun sudah berpisah puluhan tahun dan sudah memiliki keluarga
masing-masing, namun mereka mampu menahan perasaan itu.
Beberapa kutipan dalam novel The
Castle in the Pyrenees
“Kengerian bisa berupa rasa takut
yang dikendalikan oleh kegilaan kita sendiri. Atau kegilaan orang lain. Ketakutan
itu menular. Kegilaan juga.”
“Bagi banyak orang, benteng
terakhir dari hal ‘supernatural’ adalah pengalaman kebetulan yang bermakna,
atau ‘kebetulan nonkausal’.”
“Agama bisa mengajak manusia untuk
berlaku alim, tidak mementingkan diri sendiri, dan dermawan.”
“Ramalan terwujud karena keyakinan
kita sendiri.”
“Siapa yang berbohong harus punya
ingatan yang bagus.”
“Kadang, sebuah buku punya daya
rusak yang lebih besar dibandingkan dengan sekadar sebuah ‘episode’.”
“Begitu kau mulai membuka pikiranmu
terhadap sesuatu, maka sesuatu itu mulai membuka dirinya untukmu.”
“Kerinduan sepasang insan yang
sedang terbaring di atas ranjang yang sama, terkadang lebih kuat dan mendalam
dibandingkan dengan kerinduan yang terpisahkan dua benua.”
“Ada banyak cara untuk
menghancurkan kehidupan orang. Jika kau cukup cerdik, ada banyak cara menghukum
orang sepanjang hidupnya.”
Komentar
Posting Komentar